Wiktionary:Tata bahasa Nias mini/Ejaan

Moroi ba Wiktionary

Dalam Kitab Suci terjemahan H. Sundermann, yang de facto menjadi referensi utama bahan tertulis dalam bahasa Nias, jumlah ejaan Nias lebih terbatas daripada ejaan bahasa Indonesia. Huruf-huruf c, j, p, q, u, v, dan x dari bahasa Indonesia tidak ada, tetapi ada huruf tambahan, yakni oe mewakili huruf u dan ch mewakili huruf kh.

Seperti ditulis sendiri oleh Sundermann keputusannya untuk memilih huruf-huruf tertentu adalah untuk menyesuaikannya dengan bahasa Belanda waktu itu (Sundermann tidak menulis entah dia mengenal tata ejaan yang berlaku saat itu di Nusantara, dalam hal ini Ejaan van Ophuijsen) Sundermann menulis, "Cara penulisan, sejauh mungkin, dibuat sesuai dengan bahasa Belanda".[1] Jadi inilah ke-21 huruf-huruf Nias (ila-ila zure dalam bahasa Nias Selatan) menurut Sundermann: a, b, d, e, f, g, ch, h, i, j, k, l, m, n, o, r, s, t, u, w, z [2] dan dua huruf lainnya yang bagi banyak orang telah menjadi khas bahasa Nias, yakni ö (di bawah entri o) dan ŵ (di bawah entri w).

Cara penulisan, sejauh mungkin, dibuat sesuai dengan bahasa Belanda.
H. Sundermann, Niassische Sprachlehre, 1913, hlm. 5

Namun ada catatan penting tentang pilihan huruf ini, yang dibuat Sundermann lebih seratus tahun lalu, yang telah menjadi "beban" untuk generasi muda Nias:

  1. Penggunaan huruf z. Huruf z dalam bahasa Nias tidaklah berbunyi seperti z dalam bahasa Indonesia, melainkan seperti "j" dalam kata "jangan" [3] atau z dalam bahasa Belanda. Sundermann sendiri menegaskan dalam kamus Nias bahwa pengucapan z adalah lembut ("weicher wie das deutsche »s« gesprochen, mit leichtem D-Vorschlag"). Karena itu mereka yang berbicara dialek Selatan menuliskan z dengan j. Selain itu kita tahu bahwa waktu itu ejaan yang berlaku telah memakai huruf j untuk melambangkan bunyi y (ejaan van Ophuijsen).
    Setelah merdeka Indonesia menyempurnakan ejaan (EYD) yang mendorong para pengambil keputusan mengadopsi EYD dan mencetak ulang Kitab Suci terjemahan Sundermann. Mereka mengubah oe menjadi u serta ch menjadi kh namun tidak mengubah z menjadi j. Sundermann memilih z dengan menyesuaikannya dengan bahasa Belanda, seandainya para pengambil keputusan waktu itu mengubah z ke j untuk menyesuaikannya dengan bahasa Indonesia.
  2. Penggunaan huruf ö. Huruf ö dalam bahasa Nias sebenarnya diucapkan seperti "e" dalam kata "beberapa" dalam bahasa Indonesia. Sundermann sendiri tidak menulis dalam buku tata bahasa tsb. di atas mengapa dia memilih huruf ö untuk merepresentasikan bunyi e dalam bahasa Nias. Bunyi e dalam bahasa ibu Sunderman juga ditulis seperti e dalam bahasa Indonesia dan bukan ö.[4]
    T. Halawa dkk. mengusulkan untuk menulis bunyi yang selama ini dilambangkan dengan ö sebagai e dalam bahasa Indonesia.[5] Kita tahu secara default huruf e dibunyikan seperti e dalam kata "selesai". Memang ada kasus tertentu di mana e diucapkan sebagai huruf e pepet, seperti e dalam kata "keren", namun penulisannya tetap sama hanya pengucapannya berbeda. Sayangnya dalam bahasa Nias terdapat banyak sekali kata dengan bunyi e pepet. Namun hal ini bisa dipermudah dengan menandai bunyi e pepet dengan huruf é misalnya.
    Seperti halnya dengan huruf z di atas, huruf ö tidak turut dibaharui ketika para pengambil keputusan mencetak ulang Kitab Suci. Efek samping dari hal ini justru kontra-produktif: daripada menulis ö, dokumen resmi negara dan orang bukan Nias menulis ö menjadi o, bunyi yang sama sekali berbeda dari e. Marga Zendratö menjadi Zendrato. Saya harap suatu hari orang tidak akan menulis högö (kepala) menjadi hogo (pantat dalam dialek Nias Selatan).
  3. Penggunaan huruf ŵ. Huruf ŵ dalam bahasa Nias juga diucapkan seperti w dalam bahasa Indonesia. Lucunya dalam buku tata bahasa tsb. di atas Sundermann menyebut pengucapan ŵ seperti w dalam bahasa Indonesia dewasa ini. Dia menulis, "... das mit einem ~ bezeichnete w (ŵ), welches lautet wie das englische w in Wales". [1] Seperti bisa dilihat penulisan Wales bunyi w ditulis seperti w, bukan ŵ.
    Juga dalam hal ini T. Halawa dkk. mengusulkan penulisan huruf w tanpa tilda.[5] Hal terakhir ini misalnya sangat dipromosikan oleh E. Halawa[6] dan juga oleh A. Lase.[7]
    Usul mereka ini sebenarnya merupakan solusi tepat. Dalam bahasa Indonesia huruf w dibunyikan secara default dengan bunyi w seperti w dalam kata "walaupun". Hal yang sama bisa diterapkan dalam bahasa Nias, dan kalau mau menandai huruf w yang diucapkan secara beda seperti w dalam kata "Wulan", hal ini bisa ditandai dengan huruf ŵ.[8]
    Seperti halnya dengan huruf z dan ö di atas, huruf ŵ juga tidak turut mengalami pembaharuan ketika Kitab Suci bahasa Nias dicetak ulang sesuai dengan EYD. Kita harap 30 tahun ke depan, para pengambil keputusan membaharui berbagai huruf ini ketika mereka merevisi penulisan bahasa Nias dalam Kitab Suci.[9]
Kesimpangsiuran penulisan ŵ dan ö dalam bahasa Nias
Yang dianggap standar ŵ w ö e z
H. Sunderman (KS bahasa Nias) w õ e z
A. Lase [7] / E. Halawa [6] w ŵ ö e z
N. Duha/W. Gulö [6] w v ö e z
Dokumen pemerintahan w w o e z
Pengguna media sosial w w 6 e j
Bahasa Indonesia (EYD) w w e e j
Bahasa Jerman (pembanding) w w e e/ä -/ch

Seperti telah disebut sepintas di atas, Kitab Suci bahasa Nias yang disesuaikan ke EYD hanya menyesuaikan huruf oe ke u dan ch ke kh (di bawah entri k), tetapi tidak juga menyempurnakan huruf z, ö dan ŵ. Maka saat ini ejaan bahasa Nias adalah a, b, d, e, f, g, h, i, k, l, m, n, o, r, s, t, u, w, y, dan z serta kedua huruf ö dan ŵ.

Bunyi yang saat ini direpresentasikan dengan huruf ö dalam bahasa Nias sama sekali berbeda dengan bunyi ö dalam bahasa Jerman. Huruf ö dalam bahasa Jerman digunakan untuk merepresentasikan bunyi oe! Jadi pilihan Sundermann untuk merepresentasikan bunyi e dalam bahasa Nias dengan huruf ö kurang tepat.

Namun ada perkembangan terbaru yang menyangkut hal ini. Kendati de facto dialek Nias Utara seperti terdapat dalam KS terjemahan Sundermann telah menjadi standar bahasa Nias, pada awal tahun 2020 Gereja-Gereja di Nias memutuskan untuk menerbitkan Kitab Suci versi baru dalam berbagai dialek daerah di Nias. Dengan demikian akan hilang argumen yang mengatakan KS bahasa Nias versi dialek Gunungsitoli/Nias Utara adalah standar bahasa Nias.

Karena itu Wiktionary Li Niha dan Wikipedia Li Niha mengambil sikap inklusif dengan mendokumentasikan bahasa Nias dari berbagai daerah di Nias. Justru hal ini akan memperkaya bahasa Nias dan tidak memaksakan satu dialek tertentu atas berbagai daerah di Nias yang memilki bahasa ibu mereka masing-masing.

Dengan hal ini di depan mata, maka seharusnya huruf c serta j (yang banyak digunakan di dialek Tengah dan Selatan; dalam kamus Sundermann c ditulis sebagai tz atau j sebagai z) dan huruf v, yang semakin populer melalui nama-nama seperti Victor, Veronika, Valentina dst., serta huruf p, dalam nama seperti nama sutradara nasional Pontius Gea, masuk dalam ejaan standar bahasa Nias modern.

Dalam bukunya "Tata Bahasa Daerah Nias", Yas Harefa misalnya mengusulkan supaya, "Huruf yang dipakai dalam bahasa daerah Nias sama dengan huruf yang dipakai dalam bahasa Indonesia." (hlm. 3). Selain itu T. Halawa dkk, mengusulkan huruf tambahan: mb, ndr, kh, ng, -b- dan ë.[5] Maka inilah ejaan modern lengkap bahasa Nias yang disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia: A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, R, S, T, U, V, W, dan Z. Huruf Ö dan Ŵ terdapat di bawah O dan W.


Harapan di masa depan[bulö'ö]

Untuk semakin menyelaraskan ejaan bahasa Nias dengan bahasa Indonesia, yang pelan-pelan telah menjadi bahasa utama para penutur bahasa Nias, maka ada dua kemungkinan bagi pembaharuan ejaan bahasa Nias di masa depan:

  1. Penyelarasan ideal: Dalam opsi ini bunyi w seperti dalam kata "ŵalu" akan menggunakan huruf w seperti dalam bahasa Indonesia, demikian juga bunyi e seperti dalam kata "horö" akan menggunakan huruf e. Sedangkan untuk bunyi w bilabial seperti dalam kata "miwo" digunakan huruf huruf ŵ (jadi terbalik dengan praktek yang ada sekarang dan sesuai dengan usul E. Halawa dan A. Lase di atas) dan bunyi e pepet seperti dalam kata "ere" ditulis dengan huruf é.
    Maka kata yang selama ini ditulis sebagai böwö menjadi bewe (amal, perbuatan), sedangkan kata yang selama ini ditulis sebagai bewe menjadi béŵé (bibir), lölö mejadi lele (endapan, sisa) sedangkan lele menjadi lélé (kulit telur), dst.
    Disebut penyelarasan ideal, karena mengakomodasi kekhasan bahasa Nias yang memiliki begitu banyak kata dengan bunyi w bilabial dan e pepet.
  2. Penyelarasan total: Dalam opsi ini penulisan menjadi sama seperti dalam bahasa Indonesia, tanpa menandai bunyi w bilabial dan e pepet secara khusus. Artinya semua huruf ŵ dan ö digantikan dengan huruf w dan e, seperti dalam bahasa Indonesia.
    Namun hal ini mengandaikan adanya pengajaran bahasa Nias di sekolah-sekolah, sesuatu yang masih sulit dibayangkan akan terwujud. Mengapa? Karena akan terdapat banyak sekali kata yang penulisannya sama, tetapi pengucapannya berbeda, mis. bewe (bibir) dan bewe (amal, perbuatan; konversi dari böwö), meme (buah dada) dan meme (rumput; konversi dari mömö), dst.
    Menurut pendapat penulis, solusi terbaik untuk masa depan adalah kemungkinan pertama di atas, yakni penyelerasan ideal dengan ejaan bahasa Indonesia, tetapi dengan menggunakan huruf ŵ untuk bunyi w bilabial dan huruf é untuk bunyi e pepet.

Kita harap bahwa pada suatu hari nanti ejaan bahasa Indonesia diterapkan secara penuh dalam bahasa Nias, sehingga generasi mendatang bisa terbebaskan dari "beban" sejarah huruf ŵ, ö dan z. Bila Sundermann menyesuaikan cara penulisan bahasa Nias ke bahasa Belanda lebih seratus tahun yang lalu, seyogyanya para penutur bahasa Nias masa kini bisa menyesuaikan cara penulisan bahasa Nias ke bahasa Indonesia (kini Nias bagian dari Indonesia dan tidak lagi bagian kolonial Belanda!). Bahasa Indonesia telah mengalami pembaharuan beberapa kali. Bahasa Nias juga memerlukan pembaharuan!


Kembali ke tulisan utama: Tata bahasa Nias mini

Referensi[bulö'ö]

  1. 1,0 1,1 H. Sundermann, Niassische Sprachlehre, hlm. 5
  2. Di sini ada huruf u, yang tak ada dalam KS terjemahan Sundermann. Dalam buku tentang tata bahasa Nias (Niassische Sprachlehre, 1913) ia menulis ketidaksenangannya dengan keharusan (dari penerbit?) menggunakan ejaan tertentu dalam buku-bukunya, termasuk Kitab Suci bahasa Nias terjemahannya. Dan dia sangat senang bahwa dalam buku Niassische Sprachlehre, dia diizinkan menulis huruf u dengan u dan bukan dengan oe (seperti dalam ejaan van Ophuijsen). Lih. catatan kaki buku tsb. di atas hal. 5.
  3. Sundermann sendiri menjelaskan hal ini dalam buku Niassische Sprachlehre, bahwa huruf "z" diucapkan lembut: "z, welcher weicher wie im Holländischen gesprochen wird" (hal. 5). Jadi huruf "z" dalam bahasa Nias diucapkan seperti "j" dalam kata "jelas" dan bukan seperti "z" dalam kata "zamzam"
  4. Bunyi yang saat ini direpresentasikan dengan huruf ö dalam bahasa Nias sama sekali berbeda dengan bunyi ö dalam bahasa Jerman. Huruf ö dalam bahasa Jerman justru digunakan untuk merepresentasikan bunyi oe, dan karena itu bisa ditulis sebagai oe terutama di Internet dan di keyboard komputer yang tidak memiliki huruf ö. Sedangkan huruf ö bahasa Nias bukanlah representasi bunyi oe melainkan huruf e seperti dalam kata "melawan".
  5. 5,0 5,1 5,2 T. Halawa dkk., Struktur Bahasa Nias, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983, hal. 40
  6. 6,0 6,1 6,2 E. Halawa, Karakter “W-w” dan “Ŵ-ŵ” Dalam Li Niha
  7. 7,0 7,1 Apolonius Lase, Kamus Li Niha: Nias-Indonesia, Penerbit Buku Kompas, 2011
  8. Namun mereka tidak menerapkan prinsip yang sama pada huruf ö, yang sebenarnya jauh lebih menyimpang dari bunyi e yang direpresentasikan oleh huruf ö.
  9. Sebagai akibat dari "kelalaian" ini, kerancuan penulisan berbagai bunyi tsb. di atas akan terus berlangsung sampai suatu saat nanti para pengambil keputusan membuang "beban sejarah" ini dan mengambil langkah untuk memudahkan penulisan bahasa Nias buat generasi muda.